Modernisasi dalam Bidang Politik dan Ideologi Di Indonesia - Pada dasarnya politik merupakan bidang yang berhubungan dengan kekuasaan power dan wewenang authority. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara politik berkaitan erat dengan proses-proses yang berkaitan dengan kenegaraan dan ketatanegaraan, yang meliputi lembaga-lembaga negara, dasar pemerintahan, sistem pemerintahan, penyelenggaraan pemilihan umum, dan lain sebagainya. pertanyaannya sekarang adalah, apakah yang dimaksud dengan kekuasaan power dan wewenang authority tersebut? Dalam setiap hubungan antarmanusia, baik yang bersifat individual maupun yang bersifat kelompok, selalu tersimpul unsur kekuasaan dan wewenang. Soerjono Soekanto mendefinisikan kekuasaan power sebagai suatu kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain menurut kehendak yang ada pada pemegang kekuasaan tersebut. Kekuasaan terdapat pada semua bidang kehidupan, yakni mencakup kemampuan untuk memerintah dan memberikan keputusan-keputusan yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi tindakan-tindakan pihak lain yang diperintah. Max Weber mengatakan bahwa kekuasaan merupakan suatu kesempatan seseorang atau sekelompok orang untuk menyadarkan masyarakat akan kemauan-kemauannya sendiri, dengan sekaligus menerapkannya terhadap tindakan-tindakan perlawanan dari orangorang atau golongan-golongan tertentu. Kekuasaan memiliki bermacam-macam sumber dan sekaligus bermacam-macam bentuk. Kekuasaan juga terdapat di mana-mana, dalam hubungan-hubungan sosial maupun dalam organisasi sosial. Namun demikian, pada umumnya kekuasaan yang tertinggi terletak pada organisasi negara, karena secara formal negara memiliki hak untuk melaksanakan kekuasaan tertinggi, bahkan negara dapat menerapkan langkah-langkah kekerasan dan paksaan dalam rangka menjalankan tugas pemerintahan. Kekuasaan yang terdapat dalam interaksi sosial, baik yang terjadi antara seseorang dengan seseorang, antara seseorang dengan kelompok, dan antara kelompok dengan kelompok, memiliki beberapa unsur sebagai berikut a. Rasa takut Perasaan takut terhadap seseorang akan menimbulkan suatu kepatuhan terhadap segala kemauan dan tindakan orang yang ditakuti tersebut. Perasaan takut sesungguhnya merupakan gejala jiwa yang bersifat negatif karena kepatuhan yang diwujudkan merupakan keterpaksaan. Pada umumnya orang yang memiliki rasa takut akan berbuat apa saja sesuai dengan kehendak orang yang ditakuti tadi. Rasa takut juga menyebabkan terjadinya peniruan terhadap sikap dan perilaku orang yang ditakuti yang dikenal dengan istilah matched dependent behavior. b. Rasa cinta Rasa cinta akan menghasilkan perbuatan yang positif yang diwujudkan dengan perbuatan sukarela dalam rangka menyenangkan pihak yang berkuasa. Rasa cinta sebaiknya dikembangkan dalam hubungan kekuasaan agar sistem kekuasaan yang dijalankan dapat berjalan dengan tertib dan teratur. c. Kepercayaan Kepercayaan muncul sebagai akibat dari hubungan langsung antara dua orang atau lebih yang bersifat asosiasif. Meskipun kepercayaan sering bersifat pribadi, namun kepercayaan juga dapat berkembang dalam hubungan organisasi yang luas. Kepercayaan rakyat terhadap penguasa akan dapat melanggengkan penguasa tersebut dalam memegang kekuasaan. Sebaliknya, ketidakpercayaan rakyat terhadap penguasa akan melahirkan mosi tidak percaya yang dapat menjatuhkan penguasa. d. Pemujaan Kepercayaan yang berlebihan akan melahirkan pemujaan. Akibat dari pemujaan adalah adanya pembenaran terhadap segala tindakan penguasa, meskipun tindakan penguasa tersebut sungguh-sungguh salah. Keempat unsur di atas sering digunakan oleh penguasa untuk dapat menjalankan kekuasaannya. Sebagaimana kekuasaan, wewenang juga dapat ditemui di mana-mana. Wewenang merupakan suatu hak yang telah ditetapkan dalam tata tertib sosial untuk menetapkan kebijaksanaan, menentukan keputusan-keputusan mengenai masalah-masalah penting dan untuk menyelesaikan pertentangan-pertentangan. Seseorang yang memiliki wewenang akan bertindak sebagai pemimpin atau pembimbing bagi banyak orang. Dengan demikian, kekuasaan tanpa wewenang merupakan kekuasaan yang tidak sah karena tidak memiliki otoritas untuk menjalankan kekuasaannya. Adapun bentuk-bentuk wewenang antara lain sebagai berikut a. Wewenang kharismatis, tradisional, dan rasional legal Max Weber mengemukakan bahwa perbedaan antara wewenang kharismatis, tradisional, dan rasional didasarkan pada hubungan antara tindakan dengan dasar hukum yang berlaku. Wewenang kharismatis merupakan wewenang yang didasarkan atas kharisma atau suatu keahlian khusus yang ada pada diri seseorang sebagai anugrah dari Tuhan Yang Maha Esa. Wewenang kharismatis cenderung bersifat irasional karena tidak diatur oleh kaidahkaidah tertentu. Wewenang tradisional merupakan wewenang yang dimiliki oleh seseorang karena adanya ketentuan-ketentuan tradisional. Sedangkan wewenang rasional merupakan wewenang yang disandarkan pada sistem hukum yang berlaku dalam masyarakat. b. Wewenang resmi dan tidak resmi Wewenang resmi merupakan wewenang yang sistematis dan rasional yang diperoleh secara resmi berdasarkan kaidah-kaidah yang berlaku. Sedangkan wewenang tidak resmi merupakan wewenang yang terdapat pada kelompok-kelompok yang tidak resmi yang diperoleh secara spontan, situasional, dan didasarkan pada faktor persahabatan maupun faktor kekeluargaan. c. Wewenang pribadi dan teritorial Wewenang pribadi merupakan wewenang yang diperoleh berdasarkan ikatan tradisi yang didasarkan atas solidaritas antara anggota-anggota kelompok. Wewenang teritorial merupakan wewenang yang diperoleh berdasarkan penguasaan terhadap daerah-daerah tertentu. d. Wewenang terbatas dan menyeluruh Wewenang terbatas merupakan wewenang yang tidak mencakup semua bidang kehidupan, melainkan hanya terbatas pada bidang-bidang tertentu saja. Sedangkan wewenang menyeluruh merupakan wewenang yang tidak dibatasi oleh bidang-bidang kehidupan tertentu. Ideologi merupakan suatu rangkaian konsep cita-cita yang diemban dan diidamkan oleh suatu kelompok, suatu golongan, suatu gerakan, atau suatu negara. Di dalam suatu ideologi terdapat sistem konsep yang dijadikan landasan dalam memberikan arah dan tujuan demi menjaga kelangsungan hidup. Sistem politik dan ideologi yang terdapat dalam menyelenggarakan kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia senantiasa mengalami pembaharuan. Setiap pemimpin negara telah berbuat yang terbaik di zamannya. Meskipun demikian, dalam perkembangannya dilakukan beberapa langkah korektif demi melaksanakan pembaharuan pada tahap berikutnya. Pemerintah Orde Lama mendapat koreksi dari pemerintah Orde Baru. Demikian juga selanjutnya, pemerintah Orde Baru mendapat koreksi dari pemerintah yang sekarang. Pemerintah sekarang juga masih disibukkan oleh berbagai kritik dan koreksi agar terus melaksanakan pembenahan. Penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara sudah barang tentu harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang berkembang di kalangan rakyat. Pada zaman Orde Lama, hal mana tingkat pendidikan rakyat Indonesia secara umum masih sangat rendah, maka demokrasi yang diterapkan cenderung bersifat otoriter. Hal tersebut lebih disebabkan karena ketersediaan sumber daya manusia berkualitas yang sangat sedikit. Pada zaman Orde Baru kehidupan demokrasi sedikit mengalami peningkatan yang ditandai dengan penyelenggaraan pemilu setiap lima tahun sekali. Namun demikian, pada masa Orde Baru kehidupan kepartaian tidak sebebas sekarang dengan alasan untuk menjaga stabilitas keamanan nasional. Belakangan ini sangat gencar terdengar isu-isu demokratisasi. Sebagian masyarakat menghendaki pelaksanaan demokrasi yang ideal, sebagaimana yang terjadi di negara-negara barat. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa demokrasi merupakan pemerintahan yang didasarkan atas kekuasaan rakyat atau yang populer dengan istilah goverment by rule by the people. Meskipun demikian, dalam pelaksanaannya demokrasi merupakan sistem pemerintahan yang mengikutsertakan rakyat dalam penyelenggaraan pemerintahan negara. Pelaksanaan demokrasi yang ideal harus didukung oleh kualitas sumber daya manusia yang ideal juga. Mengingat, pengambilan keputusan dalam tradisi demokrasi sering diwarnai oleh suara yang terbanyak bukan suara yang berkualitas. Pengambilan keputusan seperti itu bisa jadi akan menjerumuskan. Sebagai ilustrasi, pendapat yang datang dari seratus orang buta huruf akan dianggap lebih menentukan daripada pendapat yang datang dari tiga puluh orang pakar. Padahal, secara rasional pendapat para pakarlah yang lebih baik meskipun jumlahnya tidak sebanyak yang lainnya. Itulah sebabnya, kehidupan demokrasi dalam sistem politik di Indonesia mengalami beberapa kali perubahan, yakni demokrasi parlementer atau dikenal juga dengan demokrasi liberal terjadi antara tahun 1945-1959, demokrasi terpimpin terjadi antara tahun 1959-1966, dan demokrasi Pancasila terjadi antara tahun 1966-sekarang. Pada masa demokrasi parlementer atau demokrasi liberal, pemerintahan sering mengalami jatuh bangun sebagai akibat dari terlalu dominannya parlemen DPR dalam menentukan pemerintahan. Pemerintahan tidak dapat bekerja secara efektif sebagai akibat dari adanya pertentangan yang terjadi dalam tubuh partai politik sehingga Presiden Soekarno merasa perlu melakukan dekrit. Sementara itu, pada masa demokrasi terpimpin terdapat beberapa penyimpangan terhadap Pancasila dan UUD 1945 hingga mencapai puncaknya, yakni terjadinya tragedi nasional yang berupa G30S/PKI. Pemerintah Orde Baru melakukan beberapa langkah pembaharuan, yakni dengan menerapkan format demokrasi Pancasila. Demokrasi Pancasila dapat didefinisikan sebagai suatu demokrasi yang dijiwai dan didasari oleh falsafah Pancasila. Semangat yang dibangun dalam demokrasi Pancasila adalah semangat kekeluargaan. Penyelesaian masalah politik dilakukan melalui lobi yang intensif untuk menghindarkan diri dari pertentangan pendapat dan perpecahan. Wakil-wakil rakyat dipilih setiap lima tahun sekali melalui pemilihan umum yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, dan rahasia. Kemajuan yang dicapai oleh pemerintah Orde Baru adalah terbentuknya negara kesatuan Republik Indonesia yang tertib dan dinamis berdasarkan ideologi Pancasila. Perkembangan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan berbangsa dan bernegara di Indonesia harus disikapi sebagai suatu upaya untuk mencari format atau model demokrasi yang cocok bagi sistem perpolitikan Indonesia, mengingat usia bangsa Indonesia yang relatif masih muda. Sekitar bulan Mei 1998, terjadi gejolak rakyat berupa aksi demonstrasi yang dilaksanakan secara besar-besaran untuk menuntut penyelenggaraan sistem politik yang lebih demokratis. Aksi tersebut telah berhasil mendesak Presiden Soeharto untuk lengser. Para pengganti Presiden Soeharto, baik Habibie, Abdulrachman Wahid, maupun Megawati terus berupaya melaksanakan pembaharuan. Pembaharuan-pembaharuan tersebut sudah barang tentu tidak akan pernah berakhir mengingat persoalan bangsa dan negara yang selalu berkembang. Pembaharuan dalam bidang politik harus dilaksanakan secara terencana dan sistematis mengingat tantangan yang ada pada era global dan era informasi yang semakin berat. Sekian materi mengenai Modernisasi Bidang Politik dan Ideologi Indonesia dari Sosiologi Ada, semoga bermanfaat.
CiriCiri Modernisasi Gejala Modernisasi 1. Bidang Sosial 2. Bidang Budaya 3. Bidang Politik 4. Bidang Ekonomi 5. Bidang Teknologi 6. Bidang Informasi 7. Bidang Agama 8. Bidang Pendidikan 9. Bidang Kesehatan 10. Bidang Pertanian Konsep Modernisasi 1. Historis 2. Relatif 3. Analisis Proses Modernisasi 1. Kesadaran Sosial 2. Kerjasama Sosial 3.
Dunia perkotaan. Sumber zaman di era modern mendorong munculnya globalisasi pada setiap negara di belahan dunia. Globalisasi merupakan sebuah proses integrasi internasional yang terjadi karena terdapat pertukaran pandangan dunia, pemikiran, produk, dan berbagai aspek kebudayaan lainnya. Dalam sudut pandang politik, globalisasi memberikan peran penting dalam masuknya nilai-nilai demokrasi di berbagai negara karena bersamaan dengan bertumbuhnya kesadaran berpolitik di dalam masyarakat. Menurut pendapat ahli lain, globalisasi diartikan sebagai penyusutan jarak serta waktu yang digunakan manusia ketika beraktivitas sehari-hari. Manusia bisa memajukan berbagai aspek kehidupannya serta menghapus sekat-sekat antar bangsanya sehingga dunia bisa berkembang ke tatanan kehidupan yang lebih baik dengan penerapan memberikan dampak positif yang nyata dalam politik Indonesia modern ini yaitu pemerintahan sebuah negara menjadi dijalankan secara terbuka dan lebih demokratis. Hal ini juga berdampak dalam mendorong masyarakatnya untuk menggunakan hak berpolitik dengan bebas. Setiap negara semakin sadar dan mengakui adanya Hak Asasi Manusia HAM. Globalisasi juga melahirkan hubungan kerja sama internasional secara luas serta hubungan kerja sama antar negara semakin mudah dilaksanakan. Hal ini mengakibatkan hubungan diplomasi antar negara semakin meningkat dan negara mulai berpartisipasi aktif untuk menciptakan kedamaian dunia. Dampak positif ini menyebabkan rasa nasionalisme yang meningkat seiring dengan pemerintahan suatu negara yang dijalankan lebih jujur, bersih, transparan, dan sisi lain, globalisasi memberikan dampak negatif dalam politik suatu negara yaitu dengan kemunculan ideologi liberalisme kembali karena dianggap masyarakat menjadi lebih bebas dalam berpendapat. Sehingga memungkinkan ideologi Pancasila beralih ke ideologi liberalisme yang menyebabkan rasa nasionalisme suatu bangsa akan semakin hilang dan identitas negara menjadi dipertanyakan kembali. Dampak globalisasi lainnya di ranah politik adalah masyarakat cenderung lebih mementingkan kepentingan kelompok dibanding kepentingan umum, terorisme dan aksi anarkis lainnya semakin mendunia dan sulit untuk dihindari. Hal ini terlihat dalam gerakan radikalisme yang semakin menyebar luas ke berbagai negara khususnya negara di Asia. Kelompok radikalisme ini memanfaatkan globalisasi melalui media sosial yang berkembang secara cepat dan tepat untuk merekrut anggota serta mengubah orang-orang menjadi sendiri bertentangan dengan tiga sila dalam pancasila yaitu Sila pertama “Ketuhanan yang Maha Esa”, Sila kedua “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab” dan Sila ketiga “Persatuan Indonesia”. Hal ini menggambarkan jika radikalisme bertumbuh seiring dengan globalisasi, akan menyebabkan nasionalisme negara semakin pudar. Menurut Gubernur Lemhannas RI, kemajuan teknologi informasi dan komunikasi menyebabkan memudarnya identitas diri bangsa serta implementasi nilai-nilai kebangsaannya. Oleh karena itu, kita sebagai warga negara Indonesia harus tetap menjunjung tinggi harkat dan martabat bangsa Indonesia serta mendorong dan membela kepentingan nasional melalui rasa kesadaran yang tinggi akan segala kehidupan berbangsa bernegara, rasa cinta tanah air dan rela berkorban demi bangsa dan Wijoyo, dkk, “Manajemen Pemasaran di Era Globalisasi”, 20205. 1999. “Globalization and Culture”.Tanamal, N. A., & Siagian, S. B. U. 2020. “Implementasi Nilai Pancasila dalam Menangani Intoleransi di Indonesia”. Jurnal Kajian Lemhannas RI, 83, 2020 “Agus Widjojo Era Globalisasi Pengaruhi Kehidupan Politik Indonesia”.HakCipta pada Departemen Pendidikan Nasional dilindungi oleh Undang-Undang Sosiologi. Jilid 3 untuk SMA dan MA Kelas XII. Penyusun : Bondet Wrahatnala Editor : Endang Siti Wuryani Perancang Sampul : Alfianto S. Perancang Tata Letak Isi : Alfianto S. Penata Letak : Fitri Fatimah Ilustrator : Alfianto S. Sumber Ilustrasi Cover Sosiologi XII Indonesia “Welcome You”
Modernisasi dalam Bidang Politik dan Ideologi Di Indonesia – Pada dasarnya politik ialah bidang yang berhubungan dengan kekuasaan power dan wewenang authority. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara politik berkaitan bersahabat dengan proses-proses yang berhubungan dengan kenegaraan dan ketatanegaraan, yang meliputi forum-lembaga negara, dasar pemerintahan, sistem pemerintahan, penyelenggaraan penyeleksian biasa , dan lain sebagainya. pertanyaannya sekarang yakni, apakah yang dimaksud dengan kekuasaan power dan wewenang authority tersebut? Dalam setiap korelasi antarmanusia, baik yang bersifat individual maupun yang bersifat kelompok, selalu tersimpul unsur kekuasaan dan wewenang. Soerjono Soekanto mendefinisikan kekuasaan power selaku sebuah kesanggupan untuk mensugesti pihak lain berdasarkan kehendak yang ada pada pemegang kekuasaan tersebut. Kekuasaan terdapat pada semua bidang kehidupan, ialah meliputi kesanggupan untuk memerintah dan menawarkan keputusan-keputusan yang secara pribadi maupun tidak eksklusif mensugesti langkah-langkah-tindakan pihak lain yang diperintah. Max Weber mengatakan bahwa kekuasaan merupakan suatu kesempatan seseorang atau sekelompok orang untuk menyadarkan masyarakat akan kemauan-kemauannya sendiri, dengan sekaligus menerapkannya kepada langkah-langkah-tindakan perlawanan dari orangorang atau golongan-golongan tertentu. Kekuasaan mempunyai beragam sumber dan sekaligus bermacam-macam bentuk. Kekuasaan juga terdapat di mana-mana, dalam korelasi-hubungan sosial maupun dalam organisasi sosial. Namun demikian, pada umumnya kekuasaan yang tertinggi terletak pada organisasi negara, alasannya adalah secara formal negara mempunyai hak untuk melaksanakan kekuasaan tertinggi, bahkan negara dapat menerapkan tindakan kekerasan dan paksaan dalam rangka menjalankan peran pemerintahan. Kekuasaan yang terdapat dalam interaksi sosial, baik yang terjadi antara seseorang dengan seseorang, antara seseorang dengan kelompok, dan antara kelompok dengan kalangan, mempunyai beberapa bagian sebagai berikut a. Rasa takut Perasaan takut terhadap seseorang akan mengakibatkan sebuah kepatuhan kepada segala kemauan dan langkah-langkah orang yang ditakuti tersebut. Perasaan takut bahwasanya ialah gejala jiwa yang bersifat negatif karena kepatuhan yang diwujudkan merupakan keterpaksaan. Pada biasanya orang yang mempunyai rasa takut akan berbuat apa saja sesuai dengan kehendak orang yang ditakuti tadi. Rasa takut juga mengakibatkan terjadinya peniruan terhadap sikap dan sikap orang yang ditakuti yang diketahui dengan perumpamaan matched dependent behavior. b. Rasa cinta Rasa cinta akan menghasilkan tindakan yang kasatmata yang diwujudkan dengan tindakan sukarela dalam rangka mengasyikkan pihak yang berkuasa. Rasa cinta sebaiknya dikembangkan dalam korelasi kekuasaan semoga tata cara kekuasaan yang dikerjakan mampu berlangsung dengan tertib dan teratur. c. Kepercayaan Kepercayaan timbul sebagai akibat dari kekerabatan langsung antara dua orang atau lebih yang bersifat asosiasif. Meskipun kepercayaan sering bersifat langsung, namun dogma juga mampu berkembang dalam korelasi organisasi yang luas. Kepercayaan rakyat kepada penguasa akan mampu melanggengkan penguasa tersebut dalam memegang kekuasaan. Sebaliknya, ketidakpercayaan rakyat terhadap penguasa akan melahirkan mosi tidak percaya yang dapat menjatuhkan penguasa. d. Pemujaan Kepercayaan yang berlebihan akan melahirkan pemujaan. Akibat dari pemujaan yakni adanya pembenaran terhadap segala langkah-langkah penguasa, walaupun langkah-langkah penguasa tersebut betul-betul salah. Keempat bagian di atas sering digunakan oleh penguasa untuk dapat melakukan kekuasaannya. Sebagaimana kekuasaan, wewenang juga mampu dijumpai di mana-mana. Wewenang ialah sebuah hak yang sudah ditetapkan dalam tata tertib sosial untuk memutuskan kebijaksanaan, menentukan keputusan-keputusan perihal dilema-persoalan penting dan untuk menuntaskan pertentangan-kontradiksi. Seseorang yang mempunyai wewenang akan bertindak selaku pemimpin atau pembimbing bagi banyak orang. Dengan demikian, kekuasaan tanpa wewenang merupakan kekuasaan yang tidak sah sebab tidak memiliki otoritas untuk menjalankan kekuasaannya. Adapun bentuk-bentuk wewenang antara lain sebagai berikut a. Wewenang kharismatis, tradisional, dan rasional legal Max Weber mengemukakan bahwa perbedaan antara wewenang kharismatis, tradisional, dan rasional didasarkan pada korelasi antara tindakan dengan dasar aturan yang berlaku. Wewenang kharismatis ialah wewenang yang didasarkan atas kharisma atau suatu keahlian khusus yang ada pada diri seseorang selaku anugrah dari Tuhan Yang Maha Esa. Wewenang kharismatis condong bersifat irasional karena tidak dikelola oleh kaidahkaidah tertentu. Wewenang tradisional merupakan wewenang yang dimiliki oleh seseorang karena adanya ketentuan-ketentuan tradisional. Sedangkan wewenang rasional ialah wewenang yang disandarkan pada tata cara hukum yang berlaku dalam penduduk . b. Wewenang resmi dan tidak resmi Wewenang resmi ialah wewenang yang sistematis dan rasional yang diperoleh secara resmi berdasarkan kaidah-kaidah yang berlaku. Sedangkan wewenang tidak resmi ialah wewenang yang terdapat pada kelompok-kalangan yang tidak resmi yang diperoleh secara impulsif, situasional, dan didasarkan pada faktor persahabatan maupun aspek kekeluargaan. c. Wewenang langsung dan teritorial Wewenang eksklusif ialah wewenang yang diperoleh menurut ikatan tradisi yang didasarkan atas solidaritas antara anggota-anggota kalangan. Wewenang teritorial ialah wewenang yang diperoleh menurut penguasaan terhadap daerah-kawasan tertentu. d. Wewenang terbatas dan menyeluruh Wewenang terbatas merupakan wewenang yang tidak mencakup semua bidang kehidupan, melainkan cuma terbatas pada bidang-bidang tertentu saja. Sedangkan wewenang menyeluruh ialah wewenang yang tidak dibatasi oleh bidang-bidang kehidupan tertentu. Ideologi merupakan sebuah rangkaian konsep harapan yang diemban dan diidamkan oleh sebuah kalangan, suatu golongan, sebuah gerakan, atau sebuah negara. Di dalam sebuah ideologi terdapat sistem desain yang dijadikan landasan dalam menunjukkan arah dan tujuan demi mempertahankan kelancaran hidup. Sistem politik dan ideologi yang terdapat dalam mengadakan kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia senantiasa mengalami pembaharuan. Setiap pemimpin negara telah berbuat yang terbaik di zamannya. Meskipun demikian, dalam perkembangannya dijalankan beberapa langkah korektif demi melaksanakan pembaharuan pada tahap selanjutnya. Pemerintah Orde Lama mendapat koreksi dari pemerintah Orde Baru. Demikian juga selanjutnya, pemerintah Orde Baru mendapat koreksi dari pemerintah yang sekarang. Pemerintah kini juga masih direpotkan oleh aneka macam kritik dan koreksi agar terus melakukan pembenahan. Penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara telah barang tentu harus diubahsuaikan dengan suasana dan kondisi yang berkembang di kalangan rakyat. Pada zaman Orde Lama, hal mana tingkat pendidikan rakyat Indonesia secara lazim masih sangat minim, maka demokrasi yang diterapkan condong bersifat otoriter. Hal tersebut lebih disebabkan sebab ketersediaan sumber daya insan bermutu yang sangat sedikit. Pada zaman Orde Baru kehidupan demokrasi sedikit mengalami peningkatan yang ditandai dengan penyelenggaraan pemilu setiap lima tahun sekali. Namun demikian, pada kurun Orde Baru kehidupan kepartaian tidak sebebas sekarang dengan alasan untuk menjaga stabilitas keselamatan nasional. Belakangan ini sangat gencar terdengar berita-gosip demokratisasi. Sebagian masyarakat menginginkan pelaksanaan demokrasi yang ideal, sebagaimana yang terjadi di negara-negara barat. Secara sederhana dapat dibilang bahwa demokrasi merupakan pemerintahan yang didasarkan atas kekuasaan rakyat atau yang populer dengan istilah goverment by rule by the people. Meskipun demikian, dalam pelaksanaannya demokrasi ialah tata cara pemerintahan yang mengikutsertakan rakyat dalam penyelenggaraan pemerintahan negara. Pelaksanaan demokrasi yang ideal harus disokong oleh mutu sumber daya manusia yang ideal juga. Mengingat, pengambilan keputusan dalam tradisi demokrasi sering diwarnai oleh suara yang terbanyak bukan bunyi yang bermutu. Pengambilan keputusan mirip itu bisa jadi akan menjerumuskan. Sebagai ilustrasi, pertimbangan yang tiba dari seratus orang buta huruf akan dianggap lebih memilih daripada usulan yang datang dari tiga puluh orang pakar. Padahal, secara rasional pendapat para pakarlah yang lebih baik meskipun jumlahnya tidak sebanyak yang lainnya. Itulah sebabnya, kehidupan demokrasi dalam metode politik di Indonesia mengalami berulang kali perubahan, yakni demokrasi parlementer atau dikenal juga dengan demokrasi liberal terjadi antara tahun 1945-1959, demokrasi terpimpin terjadi antara tahun 1959-1966, dan demokrasi Pancasila terjadi antara tahun 1966-kini. Pada kurun demokrasi parlementer atau demokrasi liberal, pemerintahan sering mengalami jatuh bangkit sebagai balasan dari terlalu dominannya dewan perwakilan rakyat dewan perwakilan rakyat dalam menentukan pemerintahan. Pemerintahan tidak dapat bekerja secara efektif selaku balasan dari adanya kontradiksi yang terjadi dalam badan partai politik sehingga Presiden Soekarno merasa perlu melakukan dekrit. Sementara itu, pada era demokrasi terpimpin terdapat beberapa penyimpangan kepada Pancasila dan UUD 1945 hingga mencapai puncaknya, yakni terjadinya bencana nasional yang berupa G30S/PKI. Pemerintah Orde Baru melaksanakan beberapa langkah pembaharuan, yaitu dengan menerapkan format demokrasi Pancasila. Demokrasi Pancasila dapat didefinisikan selaku sebuah demokrasi yang dijiwai dan didasari oleh falsafah Pancasila. Semangat yang dibangun dalam demokrasi Pancasila yaitu semangat kekeluargaan. Penyelesaian duduk perkara politik dilaksanakan melalui lobi yang intensif untuk menghindarkan diri dari pertentangan pertimbangan dan perpecahan. Wakil-wakil rakyat diseleksi setiap lima tahun sekali melalui penyeleksian umum yang dikerjakan secara eksklusif, lazim, bebas, dan belakang layar. Kemajuan yang dicapai oleh pemerintah Orde Baru yakni terbentuknya negara kesatuan Republik Indonesia yang tertib dan dinamis menurut ideologi Pancasila. Perkembangan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan berbangsa dan bernegara di Indonesia mesti disikapi sebagai suatu upaya untuk mencari format atau model demokrasi yang tepat bagi metode perpolitikan Indonesia, mengingat usia bangsa Indonesia yang relatif masih muda. Sekitar bulan Mei 1998, terjadi gejolak rakyat berupa agresi demonstrasi yang dijalankan secara besar-besaran untuk menuntut penyelenggaraan tata cara politik yang lebih demokratis. Aksi tersebut telah berhasil mendesak Presiden Soeharto untuk lengser. Para pengganti Presiden Soeharto, baik Habibie, Abdulrachman Wahid, maupun Megawati terus berusaha melaksanakan pembaharuan. Pembaharuan-pembaharuan tersebut sudah barang tentu tidak akan pernah selsai mengingat problem bangsa dan negara yang selalu meningkat . Pembaharuan dalam bidang politik mesti dijalankan secara terjadwal dan sistematis mengingat tantangan yang ada pada masa global dan masa isu yang makin berat. Sekian materi perihal Modernisasi Bidang Politik dan Ideologi Indonesia dari , agar berfaedah.
Liputan6com, Jakarta Pengertian ideologi adalah seperangkat ide yang membentuk keyakinan dan paham untuk mewujudkan sebuah cita-cita. Macam-macam ideologi di dunia ada sekitar dua belas. Dari dua belas macam-macam ideologi ini pernah diterapkan di seluruh dunia sampai sekarang. Banyak dari macam-macam ideologi ini yang masih
Pembangunan suatu bangsa tidak lepas dari ideologi politik yang diletakkan. Ideologi politik ini dapat berpengaruh dalam mengarahkan dan membentuk paradigma pembangunan nasional. Di Indonesia, politik pembangunan nasional selalu dipengaruhi oleh ideologi dan politik penguasa. Penguasa pada setiap zaman atau periode pemerintahan memiliki dasar ideologis dan politik yang unik dan khas dalam menjalankan pemerintahannya. Studi tentang pembangunan selama ini memang tidak terlalu banyak membahas peran dan pengaruh ideologi dan politik di dalamnya. Studi pembangunan yang berkembang selama ini bergerak pada tiga arus utama yaitu ekonomi, lingkungan, dan tata ruang wilayah atau tata ruang kota. Pembahasan tentang paradigma pembangunan atau pengarusutamaan pembangunan merujuk pada dua posisi yaitu posisi global, dimana peran global mengarahkan paradigma pembangunan yang selama ini berkembang di bebagai negara negara di dunia. Kemajuan negara negara yang memiliki standar hidup dan ekonomi yang tinggi dapat mempengaruhi paradigma dan model pembangunan yang ada di seluruh kawasan atau benua. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menggali garis ideologi dan politik yang diletakkan oleh pemerintah dalam membangun gagasan pembangunan nasional yang berkeadilan sosial melalui konsepsi Nawacita dan Pancasila. Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Analisis data yang digunakan dalam penelitian menggunakan interpretasi, analisis kebijakan, dan korelasi. Data yang digunakan berupa buku teks, jurnal, laporan ilmiah, dan peraturan perundang undangan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperlihatkan relasi antara Nawacita, Pancasila dalam praktek ideologi politik pembangunan. The development of a nation is inseparable from the political ideology laid down. This political ideology can influence in directing and shaping the paradigm of national development. In Indonesia, the politics of national development has always been affected by the authorities' ideology and politics. The police in each era or period of government has a unique and unique ideological and political basis in carrying out their government. The study of development has not discussed too much the role and influence of ideology and politics in it. Development studies that have developed so far are engaged in three main currents economy, environment, and regional or city spatial planning. The discussion of the development paradigm or the mainstreaming of development refers to two positions, namely the global situation, where the global role directs the development paradigm that has been developing in various countries in the world. Countries with high standards of living and economy can influence the development of paradigms and models that exist in all regions or continents. But a government that has not been fortunate or is still in the process of progressing towards the goals and objectives of the state tries to put its development paradigm on two legs. On the first foot, try to use the prescription of a global development paradigm. On the other hand, it uses the development paradigm, which is owned by the nation itself with the ideological and political lines laid by the authorities. In Indonesia, the idea of the ideology and politics of national development in the context of President Jokowi's administration spread an interesting ideological and political line, Nawacita. Nawacita is an ideal set forth in 9 agendas that are used as a reference and state ideological direction. This nawacita needs to be seen in the framework of national development. This study aims to describe and explore the government's ideological and political lines in building the idea of national development with social justice through the conception of Nawacita and Pancasila. The method used in this study uses a qualitative approach. Analysis of the data used in research uses interpretation, policy analysis, and correlation—the data used in the form of textbooks, journals, scientific reports, and legislation. This study's results are expected to show the relationship between Nawacita, Pancasila in the practice of political development ideology. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free 148 CIVICUS Pendidikan-Penelitian-Pengabdian Pendidikan Pancasila & Kewarganegaraan p-ISSN 2338-9680 e-ISSN 2614-509X Vol. 8 No. 2 September 2020, hal. 148-154 Nawacita, Pancasila, dan Ideologi Politik Pembangunan Nasional Lestanta Budiman1, Hastangka2 1Pusat Studi Pancasila, Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta, lestantabudiman 1Pusat Studi Pancasila, Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta, hastangka Riwayat Artikel Diterima 25 September 2020 Disetujui 30 September 2020 Abstrak Pembangunan suatu bangsa tidak lepas dari ideologi politik yang diletakkan. Ideologi politik ini dapat berpengaruh dalam mengarahkan dan membentuk paradigma pembangunan nasional. Di Indonesia, politik pembangunan nasional selalu dipengaruhi oleh ideologi dan politik penguasa. Penguasa pada setiap zaman atau periode pemerintahan memiliki dasar ideologis dan politik yang unik dan khas dalam menjalankan pemerintahannya. Studi tentang pembangunan selama ini memang tidak terlalu banyak membahas peran dan pengaruh ideologi dan politik di dalamnya. Studi pembangunan yang berkembang selama ini bergerak pada tiga arus utama yaitu ekonomi, lingkungan, dan tata ruang wilayah atau tata ruang kota. Pembahasan tentang paradigma pembangunan atau pengarusutamaan pembangunan merujuk pada dua posisi yaitu posisi global, dimana peran global mengarahkan paradigma pembangunan yang selama ini berkembang di bebagai negara negara di dunia. Kemajuan negara negara yang memiliki standar hidup dan ekonomi yang tinggi dapat mempengaruhi paradigma dan model pembangunan yang ada di seluruh kawasan atau benua. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menggali garis ideologi dan politik yang diletakkan oleh pemerintah dalam membangun gagasan pembangunan nasional yang berkeadilan sosial melalui konsepsi Nawacita dan Pancasila. Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Analisis data yang digunakan dalam penelitian menggunakan interpretasi, analisis kebijakan, dan korelasi. Data yang digunakan berupa buku teks, jurnal, laporan ilmiah, dan peraturan perundang undangan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperlihatkan relasi antara Nawacita, Pancasila dalam praktek ideologi politik The development of a nation is inseparable from the political ideology laid down. This political ideology can influence in directing and shaping the paradigm of national development. In Indonesia, the politics of national development has always been affected by the authorities' ideology and politics. The police in each era or period of government has a unique and unique ideological and political basis in carrying out their government. The study of development has not discussed too much the role and influence of ideology and politics in it. Development studies that have developed so far are engaged in three main currents economy, environment, and regional or city spatial planning. The discussion of the development paradigm or the mainstreaming of development refers to two positions, namely the global situation, where the global role directs the development paradigm that has been developing in various countries in the world. Countries with high standards of living and economy can influence the development of paradigms and models that exist in all regions or continents. But a government that has not been fortunate or is still in the process of progressing towards the goals and objectives of the state tries to put its development paradigm on two legs. On the first foot, try to use the prescription of a global development paradigm. On the other hand, it uses the development paradigm, which is owned by the nation itself with the ideological and political lines laid by the authorities. In Indonesia, the idea of the ideology and politics of national development in the context of President Jokowi's administration spread an interesting ideological and political line, Nawacita. Nawacita is an ideal set forth in 9 agendas that are used as a reference and state ideological direction. This nawacita needs to be seen in the framework of national development. This study aims to describe and explore the government's ideological and political lines in building the idea of national development with social justice through the conception of Nawacita and Pancasila. The method used in this study uses a qualitative approach. Analysis of the data used in research uses interpretation, policy analysis, and correlation—the data used in the form of textbooks, journals, scientific reports, and legislation. This study's results are expected to show the relationship between Nawacita, Pancasila in the practice of political development ideology. Kata Kunci Nawacita Pancasila Ideologi Politik Pembangunan —————————— —————————— A. LATAR BELAKANG Wacana ideologi dan politik pembangunan menarik untuk menjadi pembahasan dan kajian di Indonesia. Lestanta Budiman, Nawacita, Pancasila, dan Ideologi...149 Sejak paska reformasi tahun 1999 dinamika kehidupan sosial dan politik di Indonesia banyak diwarnai dengan berbagai polemik seputar ideologi dan politik tentang arah dan tujuan negara Indonesia paska orde baru. Ideologi dan politik yang berkembang paska reformasi telah banyak berpengaruh dalam tatanan kehidupan bernegara khususnya pembangunan sistem politik dan sosial di Indonesia. Perubahan pembangunan sistem politik di Indonesia sejak paska reformasi sangat nampak dengan adanya desentralisasi dan distribusi kewenangan atau kekuasaan yang dulunya terpusat sentralistik, dianggap oleh kelompok reformis sebagai bentuk pemerintahan otoritarian. Pemerintah otoritarian merupakan sistem pemerintah yang dianggap kurang demokratis atau pemerintah yang berpijak pada orientasi pembangunan politik kekuasaan, kemudian bergeser menjadi sistem pemerintahan yang memiliki check and balances dalam berbagai aspek. Dampak dari reformasi memunculkan berbagai lembaga negara baru yang bertujuan untuk memberikan keseimbangan dan pengawasan terhadap jalannya sistem pemerintahan dan politik seperti Mahkamah Konstitusi MK, Komisi Yudisial KY, Komisi Pemberantasan Korupsi KPK, dan Komisi Ombdusman. Perubahan yang nampak lebih jelas ialah sistem pemilihan umum yang dikembangkan mulai dari pemilihan kepala daerah sampai dengan presiden dipilih langsung oleh rakyat. Dalam konteks partai politik juga berkembang banyak partai politik baru bermunculan mengikuti kontestasi untuk mendapatkan kursi di parlemen dan kekuasaan di eksekutif. Dalam aspek ideologi dan politik pembangunan juga menarik untuk dilihat. Perubahan mendasar yang terjadi terkait wacana ideologi dan politik pembangunan Indonesia paska reformasi dapat dilihat dari dua aspek yaitu pertama, aspek paradigma pembangunan sebelum reformasi meletakkan paradigma pembangunan yang sentralistik kemudian sekarang mengarah pada paradigma pembangunan yang terdesentralisasi. Kedua, aspek ideologi dan politik, ideologi dan politik pembangunan dapat dilihat dari aspek kebijakan politik pembangunan mengalami pola pola divergen jamak. Perubahan ini terjadi karena diindikasikan terdapat orientasi ideologis dan politik yang berkembang di tingkat kekuasaan khususnya penguasa yang mengalami perubahan setiap 5 tahun sekali dan 10 tahun sekali paling lama. Pembatasan kekuasaan presiden hanya untuk satu kali masa jabatan sebagaimana diatur dalam UUD 1945 pasal 7 bahwa “Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan”. Kondisi ini telah membawa arah dan orientasi ideologi politik negara mengikuti arah dan orientasi ideologi politik penguasa. Apabila membahas ideologi negara tentu merujuk pada Pancasila. Pancasila menjadi ideologi negara. Penelitian tentang ideologi dan politik pembangunan nasional di Indonesia pada paska reformasi menarik untuk dilihat kembali karena istilah ideologi juga terjadi perdebatan dan berbagai kontestasi baik di kalangan masyarakat maupun akademisi. Ideologi sebagai cita-cita, harapan, pandangan, gagasan, dan tersusun sistematis dalam bentuk tatanan nilai dan keyakinan.[1] Dalam aspek pembangunan terdapat tiga faktor utama yang mengubah paradigma pembangunan di suatu negara, yaitu perubahan ideologi, revolusi dan inovasi teknologi dan perubahan lingkungan internasional.[2] Berbeda dengan pandangan Warjio yang melihat bahwa gagasan pembangunan merupakan kebijakan publik yang lahir dengan melibatkan banyak pihak mulai dari aktor lokal, nasional dan internasional. Keberadaan konsepsi tentang pembangunan merupakan hasil proses politik dan memiliki kepentingan yang didesain dan memiliki perencanaan untuk jangka waktu tertentu.[3] Untuk itu, pembangunan selalu berkaitan dengan aktor, proses politik, dan kepentingan tertentu. Aktor pembangunan yang penting dan berpengaruh dalam suatu negara adalah penguasa. Siapa penguasa dan memiliki peran apa? Ia akan menjadi leading sector dalam menggerakkan ideologi dan politik pembangunan pada suatu negara. Nawacita merupakan gagasan yang menarik pada masa pemerintah Jokowi. Daya tarik istilah Nawacita ini telah mengantarkan Jokowi menjadi presiden untuk periode pertama tahun 2014 melalui pemilihan presiden secara langsung. Nawacita menjadi ideologi politik yang menarik dalam konteks pembangunan karena selama paska reformasi arah dan orientasi pembangunan masih mencari format dan bentuk. Namun pada era kepemimpinan Presiden Joko Widodo, arah dan orientasi pembangunan berpijak pada ideologi Pancasila. Presiden Joko Widodo menyebutkan bahwa “Konsep Nawa Cita dan prioritas pembangunan nasional sudah sejalan dengan komitmen tujuan pembangunan yang berkelanjutan. Yang perlu kita lakukan adalah menjalankan prioritas nasional secara baik dan efektif.” kutipan Presiden Joko Widodo, Simpul Perencana, Volume 29, Tahun 14 April 2017, Pandangan lain menjelasan tentang ideologi pembangunan melihat bahwa ideologi pembangunan Indonesia Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menggali relasi dan kontekstualisasi Nawacita, Pancasila dalam ideologi politik pembangunan nasional yang berkeadilan sosial. Keadilan sosial yang dimaksud ialah bagaimana mengurangi kesenjangan sosial dan ketidakadilan dalam pembangunan nasional untuk mendapatkan hasil hasil pembangunan yang merata. Djiwandono menjelaskan keadilan secara umum dapat dipahami sebagai suatu prinsip, norma, atau sikap, yang menuntut persamaan.[3] Batasan dalam penelitian ini akan memfokuskan pada wacana ideologi politik Pembangunan paska reformasi 150 CIVICUS Pendidikan-Penelitian-Pengabdian Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Vol. X, No. X, Bulan Tahun, hal ....-.... khususnya pada era pemerintahan Jokowi periode tahun 2014-2019 dan periode 2019-2024. Penelitian ini mencoba akan menjawab persoalan penelitian sebagai berikut1. Bagaimana konsepsi dan praktek Nawacita diterjemahkan dalam ideologi politik pembangunan? 2. Sampai sejauh mana posisi dan relasi Nawacita dan Pancasila dapat menjadi ideologi politik pembangunan di Indonesia? 3. Bagaimana tantangan praktek Nawacita dalam ideologi politik pembangunan nasional di Indonesia? B. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Sumber data penelitian ini diperoleh dari dokumen kebijakan pemerintah, peraturan perundang undangan, laporan penelitian, jurnal, buku yang relevan dengan penelitian. Data yang diperoleh kemudian dikategorisasikan untuk dilakukan pemilihan kesesuaian dengan topik penelitian. Analsis data menggunakan reduksi data, interpretasi dan analisis kebijakan. C. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Konsepsi Nawacita dan pembangunan nasional Asal mula konsepsi Nawacita dapat ditelusuri dalam kontestasi pemilihan calon presiden dan wakil presiden Republik Indonesia. Nawacita merupakan salah satu tawaran Joko Widodo saat mencalonkan diri menjadi calon presiden dan wakil presiden 2014. Salah satu agenda dan kampanye politik yang diwacanakan oleh Joko Widodo ialah Nawacita dengan “menghadirkan kembali negara”, “membangun dari pinggiran”, dan “gerakan revolusi mental”. Nawacita adalah ideologi. Jejak jejak Nawacita sebagai ideologi secara tidak langsung dapat ditemukan pada dokumen yang diterbitkan oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, 2014 yang diberi judul “Buku I Agenda Pembangunan Nasional, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019”. Dalam penjelasan bab buku ini menguraikan tentang meneguhkan kembali jalan ideologis. Ideologi dalam dokumen ini diterjemahkan sebagai penuntun; ideologi sebagai penggerak; ideologi sebagai pemersatu perjuangan; dan ideologi sebagai bintang pengarah. Ideologi itu adalah Pancasila.[4] Dalam kehidupan bernegara, pemerintah perlu mengambil kebijakan pembangunan dalam upaya melakukan perubahan yang lebih baik bagi warganya. Dalam upaya realisasi untuk menjaga keseimbangan sistem kenegaraan. Pemerintah memiliki peran penting dalam menjalankan mekanisme pembangunan.[5] Secara konseptual, konteks pembangunan nasional dapat dijelaskan bahwa Pembangunan nasional yang dibuat oleh negara pada hakikatnya merupakan usaha mewujudkan keadilan sosial dalam berbagai bidang kehidupan. Kondisi ini dapat diartikan sebagai suatu usaha transformasi total dari pola kehidupan tradisional kepada pola kehidupan modern sesuai dengan kemajuan jaman serta didukung oleh ilmu pengetahun dan teknologi untuk mencapai cita cita dan tujuan bernegara.[6] Secara yuridis, konsep pembangunan nasional dapat dilihat dari Undang Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Nasional Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 dalam klausul menimbang poin b menjelaskan bahwa “Indonesia memerlukan perencanaan pembangunan jangka panjang sebagai arah dan prioritas pembangunan secara menyeluruh yang akan dilakukan secara bertahap untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”. Dalam Undang Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional pada pasal 1 ayat 2 menjelaskan bahwa “Pembangunan Nasional adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa dalam rangka mencapai tujuan bernegara”. bertitik tolak pada definisi ini aspek perencanaan pembangunan nasional menjadi untuk untuk diterjemahkan menjadi jalan ideologis pembangunan nasional. Jalan ideologis pembangunan berpijak pada konsepsi Nawacita. Nawacita menjadi ideologi politik pembangunan nasional pada masa kepemimpinan Jokowi. Sejak reformasi 1999 sampai sekarang, arah dan orientasi politik pembangunan nasional memiliki format yang mengarah pada ideologi Pancasila. Berbeda dengan pemerintahan sebelumnya, penegasan secara ideologis dalam politik pembangunan nasional tidak terlalu menjadi perhatian dari para pemimpin nasional. Agenda Nawacita yang dimaksud sebagai berikut Tabel 1 Nawacita Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga negara Membuat pemerintah tidak absen dengan membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya. Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan Menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia. Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik Melakukan revolusi karakter bangsa. Memperteguh kebhinekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia Sumber Visi-Misi Jokowi-JK, 2014.[7] Lestanta Budiman, Nawacita, Pancasila, dan Ideologi...151 Berdasarkan tabel 1 di atas menunjukkan bahwa konsepsi dari Nawacita meletakkan nilai nilai dasar pada cita-cita dan tujuan nasional. Pemikiran ini juga mengadopsi dari gagasan Soekarno tentang Trisakti Pancasila. Ideologi politik pembangunan yang diletakkan pada masa presiden Soekarno tentang pembangunan semesta dan Trisakti Pancasila yang membangun jargon “berdaulat di bidang politik”, berdikari di bidang ekonomi‟, dan berkepribadian dalam kebudayaan”, menjadi kata kunci penting dalam pembentukan ideologi politik pembangunan. Undang undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional tahun 2005-2025 menetapkan bahwa visi pembangunan nasional adalah untuk mewujudkan Indonesia Yang Mandiri, Maju, Adil dan Makmur. Dalam konteks visi tersebut aspek aspek Mandiri, Maju, Adil, dan Makmur dimaknai dan diuraikan sebagai berikut Mandiri berarti mampu mewujudkan kehidupan sejajar dan sederajat dengan bangsa lain dengan mengandalkan pada kemampuan dan kekuatan sendiri. Maju berarti tingkat kemakmuran yang tinggi disertai dengan sistem dan kelembagaan politik dan hukum yang mantap. Adil berarti tidak ada pembatasan/diskriminasi dalam bentuk apapun, baik antar individu, gender, maupun wilayah. Makmur berarti seluruh kebutuhan hidup masyarakat Indonesia telah terpenuhi sehingga dapat memberikan makna dan arti penting bagi bangsa-bangsa lain.[6] Nawacita sebagai ideologi politik pembangunan menjadi kajian yang menarik dari beberapa akademisi. Penelitian yang dilakukan oleh Murdiyana dan Mulyana menjelaskan bahwa ketika presiden Joko Widodo Menjabat terdapat beberapa program pembangunan di dalam Nawacita yang pro pada upaya pengentasan kemiskinan. Program tersebut disebutkan dalam 9 agenda prioritas pembangunan yang disebut Nawacita yaitu 1. membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan; kualitas hidup manusia Indonesia. Pada pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla, garis ideologi politik pembangunan untuk mewujudkan keadilan sosial secara khusus untuk penanggulangan kemiskinan melalui 4 strategi yaitu1 Memperbaiki program perlindungan sosial; 2 Meningkatkan akses terhadap pelayanan dasar; 3 Pemberdayaan kelompok masyarakat miskin; 4 Menciptakan pembangunan yang inklusif.[6]. Lainnya mendeskripsikan program dana desa atau yang disebut village fund sebagai bentuk dan upaya implementasi Nawacita. Hasil dari penelitian Nurpuspita, Sarfiah dan Ratnasari menunjukkan bahwa dana desa yang dikelola dengan baik dapat mendukung dalam upaya percepatan pembangunan di desa dengan meningkatkan partisipasi masyarakat melalui peningkatan pelayanan masyarakat, memajukan perekonomian desa, mengatasi kesenjangan pembangunan antar desa dan penguatan desa untuk kesejahteraan masyarakat di desa. Alokasi dana desa digunakan untuk pembangunan infrastruktur mendukung perekonomian dan pemberdayaan masyarakat.[8] Penelitian yang dilakukan oleh tim peneliti dari Sekretariat Jenderal DPR RI tentang Nawacita dalam upaya perwujudan dan percepatan pembangunan nasional yang berkeadilan sosial menguraikan bahwa program Nawacita menekankan pada kemandirian, kedaulatan pada sektor sektor strategis nasional dan pemberdayaan masyarakat telah diuraikan pembahasan secara khusus dalam beberapa bagian yaituPada bagian pertama membahas tentang daya saing produk pangan lokal, kemandirian sektor pertanian, menjamin kedaulatan keuangan nasional, peningkatan produktivitas rakyat dan daya saing bangsa, meningkatkan kualitas hidup manusia, pembangunan sektor perikanan laut, perlindungan dan pemberdayaan nelayan miskin, dan mendukung Pegawai Negeri Sipil yang taat terhadap waktu kerja.[9] Dinamika pembangunan di Indonesia banyak berbicara pada pembangunan politik dan ekonomi. Pola pola pembangunan yang kecenderungan dibangun selama 2 dekade terakhir membahas pembangunan politik dan ekonomi. Untuk itu, memotret dan menelusuri arah pembangunan nasional dapat diilakukan melalui praktek praktek politik pembangunan yang selama ini dijalankan oleh pemerintah Indonesia pada masa paska reformasi. Praktek politik pembangunan yang selama ini dilakukan ialah pada periode paska reformasi dapat ditunjukkan pada jejak jejak kepemimpinan Abdurahman Wahid Gusdur, ketika Gusdur menjadi presiden Republik Indonesia periode 1999-2001, kebijakan yang penting dalam meletakkan paradigma pembangunan ialah menggeser paradigma pembangunan yang berbasis daratan mengarah pada paradigma pembangunan yang berbasis kelautan dan kemaritiman. Salah salah satu langkah atau program yang dibuat Gusdur secara kelembagaan dan struktural mendirikan departemen eksplorasi laut. Kemudian pada tahun 2005 diubah menjadi kementerian keluatan dan perikanan.[10] Pada masa kepemimpinan Presiden Megawati Soekarnoputri, kebijakan dan arah politik pembangunan nasional meletakkan pada stabilitas ekonomi. Dinamika politik ekonomi pada awal paska reformasi menjadikan pembangunan nasional secara umum terbengkalai. Presiden Megawati melalui kabinet gotong royong berbagai kebijakan pemerintah untuk mendukung pembangunan menekankan pada upaya memperbaiki sektor ekonomi dengan beberapa agenda antara lain restrukturisasi dan reformasi sektor keuangan, meningkatkan kegiatan ekspor, menciptakan situasi kondusif bagi investor, mendorong kemajuan usaha kecil dan menengah, dan meningkatkan 152 CIVICUS Pendidikan-Penelitian-Pengabdian Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Vol. X, No. X, Bulan Tahun, hal ....-.... pemanfaatan sumber daya laut. Sedangkan pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, melalui kabinet Indonesia bersatu I dan II lebih banyak menekankan paradigma pembangunan yang berbasis investasi, mencabut berbagai subsidi termasuk subsidi BBM, melakukan program Bantuan Langsung Tunai BLT Dokumen Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia, tanpa tahun. Selain itu terdapat program menghapus minyak tanah dikonversikan menjadi program elpiji tabung 5 kg. Dinamika politik pembangunan nasional di Indonesia banyak menekankan pembangunan sektor ekonomi dan politik. 2. Posisi dan relasi Nawacita dan Pancasila dalam ideologi politik pembangunan di Indonesia Ideologi pembangunan pada dasarnya mengalami krisis. Krisis tersebut telah diuraikan oleh Hadar dalam tulisannya pada harian Seputar Indonesia berjudul Ideologi pembangunan. Menurut Hadar terjadinya krisis ideologi pembangunan berakar dari krisis teori pembangunan. Teori pembangunan selama ini dilihat hanya pada dua kutub yaitu kutub modernisasi dan kutub dependensi. Paradigma pembangunan yang berjalan mengejar pertumbuhan dan kemajuan dengan cara meletakkan filosofi modernisasi akan berimplikasi pada kebijakan kebijakan politik pembangunan yang mengarah pada efesiensi dan capital serta teknologi. Sedangkan paradigma yang mengedepankan dependensi melihat posisi negara negara dalam posisi berkembang dan terbelakang. Berbagai utopia dan model teori pembangunan yang berkembang selama ini telah membawa jebakan dalam mempraktekkan pembangunan pada ranah ekonomi semata. Menurut Hadar bahwa “Pancasila, sebagai ideologi dan orientasi pembangunan yang cukup lama terbengkalai, sebenarnya memberikan ruang yang luas dalam mengupayakan pembangunan berkeadilan, baik bagi bangsa Indonesia maupun masyarakat global”. [11] Pancasila merupakan dasar negara Indonesia yang sudah seharusnya menjadi dasar dan pedoman dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan nasional dalam segala bidang. Namun, Pancasila sebagai dasar negara masih belum secara maksimal dipraktekkan dalam kehidupan bernegara. Kedudukan dan fungsi Pancasila selama ini masih sebatas dalam konteks meletakkan dasar dasar bernegara tetapi aplikasi dan operasionalisasi Pancasila sebagai dasar negara belum dijalankan dengan baik oleh penyelenggara negara. Darmodiharjo dan Shidarta menjelaskan bahwa hakikat Pancasila merupakan nilai dan mengandung kualitas tertentu. Prinsip prinsip dasar yang mengandung kualitas tertentu itu merupakan cita cita dan harapan atau akan dituju oleh bangsa Indonesia untuk diwujudkan dalam kenyataan dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.[12] Kajian Bahar menjelaskan bahwa Pancasila telah menjadi dasar paradigma pembangunan nasional, artinya bahwa Pancasila dirumuskan sebagai pembentukan penyelenggaraan negara. Pancasila sebagai dasar paradigma pembangunan nasional diarahkan dalam bentuk landasan dan dasar dalam penyusunan kebijakan pembangunan nasional di Indonesia.[12] Hanum juga lebih lanjut menjelaskan bahwa makna Pancasila sebagai paradigma pembangunan nasional mencakup perihal pembangunan ekonomi, iptek, dan pendidikan.[13] Selama ini, politik pembangunan masih meletakkan politik pembangunan ekonomi dan politik. Dalam menerapkan politik dan ideologi pembangunan nasional masih belum jelas dasar pijakan ideologis yang diletakkan dalam politik pembangunan nasional. Posisi Pancasila perlu kembali dipertegas dalam kerangka berbangsa dan bernegara khususnya dalam praktek. Dalam 2 dekade terakhir, politik pembangunan nasional di Indonesia masih diwarnai pada politik pembangunan yang meletakkan pada paradigma ekonomi pasar dan developmentalism. Paradigma pembangunan berpijak pada ekonomi pasar menekankan bahwa pro-growth, pro-poor, dan pro-job. Jargon politik pembangunan berpijak pada ekonomi pasar merupakan pra syarat dalam era global. Kondisi yang harus dipenuhi ialah persoalan efesiensi dan produktivitas, persaingan/kompetisi, dan alokasi sumber daya yang kompeten dan profesional untuk memacu pembangunan, serta mengharapkan peran pemerintah yang minimalis. Pada konteks yang lain, paradigma pembangunan yang berpijak ideologi pembangunan global menekankan pada pembangunan yang berbasis ekologis, etis, dan populis. Selama ini negara Indonesia mengikuti kedua arus tersebut. Format pembangunan nasional mulai mengarah pada upaya meletakkan dasar ideologis yang berpijak pada Pancasila dimulai dari kepemimpinan Joko Widodo. Gagasan pembangunan harus memiliki acuan ideologis yang jelas menjadi cita cita presiden Joko Widodo untuk meletakkan ideologi politik pembangunan dalam satu kesatuan yang utuh. Menghadirkan kembali negara, membangun dari pinggiran, revolusi karakter, menolak negara lemah, dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia, serta mewujudkan kemandirian ekonomi menjadi filosofi pembangunan dalam aspek ideologi dan politik pembangunan nasional dalam agenda Nawacita. Latif menjelaskan bahwa pembangunan nasional pada hakikatnya merupakan gerak berkelanjutan dari peningkatan mutu budaya dan peradaban dalam rangka mewujudkan cita cita nasional berlandaskan kerangka keyakinan, pengetahuan, dan tindakan Pancasila.[14] Nawacita sebagai upaya untuk menerjemahkan Pancasila sebagai dasar negara menjadi dasar dan pedoman dalam membangun politik dan ideologi Lestanta Budiman, Nawacita, Pancasila, dan Ideologi...153 pembangunan nasional. Relasi antara Pancasila dan Nawacita dapat ditunjukkan dari nilai nilai yang ditawarkan dari Nawacita dan Pancasila. Pancasila yang terdiri atas 5 sila memiliki nilai dan prinsip prinsip yang hendak diwujudkan dalam suatu negara serta dijamin oleh negara agar dapat terlaksana dengan baik sesuai dengan cita cita dan tujuan bernegara. Pancasila menjadi landasan idiil dalam membangun dan membentuk format dasar pembangunan nasional dan Nawacita menjadi kerangka kebijakan untuk melaksanakan pembangunan nasional. Dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015 – 2019, Pasal 2 ayat 1 menyebutkan bahwa RPJM Nasional merupakan penjabaran dari visi, misi dan program Presiden hasil Pemilihan Umum tahun 2014. Untuk itu, ideologi politik pembangunan pada periode 2014 sampai sekarang menerjemahkan visi, misi dan program Presiden hasil Pemilihan Umum tahun 2014. Pada tahun 2014, Jokowi terpilih sebagai Presiden Republik Indonesia dengan mengangkat agenda Nawacita. Nawacita ini telah mewarnai paradigma pembangunan nasional di Indonesia yang memiliki dasar dasar ideologi Pancasila. 3. Tantangan praktek Nawacita dalam ideologi politik pembangunan nasional di Indonesia Nawacita sebagai landasan dalam praktek pembangunan nasional yang telah diletakkan oleh presiden Joko Widodo pada tahun 2014 sampai sekarang mengalami kemajuan yang melambat. Pada awal gagasan ini dideklarasikan dan menjadi dasar ideologi dan politik pembangunan nampak berbagai perubahan kebijakan di negara Indonesia khususnya dalam pembangunan politik, ideologi, dan kerja kerja pemerintahan. Percepatan pembangunan di daerah daerah pedalaman, perbatasan, dan pulau pulau terluar menjadi perhatian penting dalam pemerintahan periode pertama presiden Joko Widodo. Namun, dalam perkembangannya, praktek Nawacita mendapatkan tantangan baik dari aspek internal dan eksternal. Upaya untuk mewujudkan negara kuat dan hadir dalam segala aspek kehidupan masyarakat tidak semudah yang dibayangkan dan imajinasikan. Tantangan internal yang sampai sekarang ini belum secara penuh dapat terselesaikan terkait reformasi birokrasi dan budaya kerja birokrasi. Aparatus negara memiliki peran penting dalam mempercepat proses pembangunan nasional di Indonesia. Nawacita sebagai landasan kerja dan berpikir tidak akan dapat berjalan dengan baik tanpa ada dukungan budaya kerja dan mentalitas apparatus negara dalam menjalankan fungsi fungsi kerja kelembagaan dan struktural. Catatan lainnya memberikan penjelasan bahwa tantangan terbesar dari pelaksanaan Nawacita berada pada aparat dan budaya kerja birokrasi.[2][15] D. SIMPULAN DAN SARAN Penelitian tentang Nawacita, Pancasila, dan Ideologi politik pembangunan di Indonesia menunjukkan bahwa selama ini arah ideologi politik pembangunan sejak paska reformasi masih diwarnai pada dua paradigma utama yaitu paradigma global dan paradigma ekonomi. Dalam perkembangannya, paradigma pembangunan dari aspek ideologi dan politik pembangunan pada masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo telah menegaskan bahwa ideologi politik pembangunan nasional di Indonesia berlandaskan pada visi, misi dan program kerja Presiden melalui agenda Nawacita. Nawacita merupakan bentuk terjemahan pengamalan nilai nilai Pancasila dalam bentuk pembangunan nasional yang menekankan pada pentingnya kehadiran negara dalam mewujudkan keadilan sosial, menolak negara lemah, membangun dari pinggiran, dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Kata kunci ini yang menjadikan Nawacita memiliki relasi dengan Pancasila dari aspek ideologi dan politik pembangunan nasional. Kedepannya penelitian selanjutnya dapat menganalisis seberapa efektif 10 tahun atau 2 periode kepemimpinan Presiden Joko Widodo dalam melaksanakan Nawacita. UCAPAN TERIMA KASIH Penelitian ini merupakan bagian dari hibah penelitian dasar yang diselenggarakan oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta tahun 2020. Peneliti mengucapkan terima kasih atas dukungan dari LPPM UPN “Veteran” Yogyakarta. DAFTAR RUJUKAN [1] M. I. Rahmat, Ideologi Politik PKS; Dari Masjid Kampus ke Gedung Parlemen. LKIS PELANGI AKSARA, 2008. [2] S. S. Syamsi, “Nawa Cita Jokowi-JK dalam Paradigma Pembangunan Ekonomi,” Surya Octag. Interdiscip. J. Sci. Technol., vol. 1, no. 1, pp. 73–102, 2015. [3] J. S. Djiwandono, Setengah abad negara Pancasila tinjauan kritis ke arah pembaruan. Centre for Strategic and International Studies, 1995. [4] B. P. P. Nasional, “Direktorat Pangan dan Pertanian Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Jakarta Pusat,” 2014. [5] A. R. bin Mawazi and R. P. Hidayatulah, “Islam dan Ideologi dalam Pembangunan di Indonesia Studi Terhadap Program Nawacita,” Anal. J. Stud. Keislam., vol. 18, no. 2, pp. 171–188, 2018. [6] M. Murdiyana, “Analisis Kebijakan Pengentasan Kemiskinan Di Indonesia,” J. Polit. Pemerintah., vol. 10, no. 1, pp. 73 – 96, 2017. [7] S. B. Ilkodar, L. Budiman, and H. Hastangka, “Pemetaan Model Pembelajaran Pancasila Pada Perguruan Tinggi Di Daerah Istimewa Yogyakarta,” CIVIS, vol. 9, no. 1, 2020. 154 CIVICUS Pendidikan-Penelitian-Pengabdian Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Vol. X, No. X, Bulan Tahun, hal ....-.... [8] R. Nurpuspita, S. N. Sarfiah, and E. D. Ratnasari, “Analisis Pengelolaan Dana Desa Sebagai Realisasi Salah Satu Tujuan Program Nawacita „Membangun Indonesia Dari Pinggiran‟ Di Kecamatan Bener Kabupaten Purworejo Tahun 2016,” Din. Dir. J. Econ., vol. 1, no. 2, pp. 136–150, 2019. [9] D. dkk Wuryandani, “Mewujudkan Agenda Prioritas Nawacita,” P3DI Setjen DPR RI dan Azza Graf., 2015. [10] D. R, “Gusdur Kembalikan Dasar Pembangunan Ekonomi yang Awalnya Berorientasi Darat menjadi Laut,” 2019. [11] “Ideologi Pembangunan,” 2014. [12] S. Bahar, “Pancasila Sebagai Paradikma Pembangunan Nasional Bidang Sosial Politik,” J. Ketahanan Nas., vol. 6, no. 2001, 2001. [13] F. Hanum, “Pendidikan Multikultural Dalam Pluralisme Bangsa,” Pap. Accessed March 29, 2012, 556 PM from http// pp. 1–24, 2011. [14] L. Y., Wawasan Pancasila Edisi Komprehensif. Mizan, 2020. [15] M. W. Saragih, “Relevansi Konsep Trisakti Soekarno dengan Nawacita Pemerintahan Jokowi-JK.” ... The term national development is known as the foundation of development in Indonesia. National development aims to distribute the welfare of the Indonesian people in all regions, which is clearly stated in the state constitution and state constitution Hastangka & Budiman, 2020. In achieving successful national development, the Government seeks to cooperate with other countries that have succeeded in developing countries, such as China. ... Rianda DirkareshzaSimultaneous general elections have a lousy tendency by several people but do not see a large future impact on national development planning in 2025–2045. The purpose of this article is to present a new perspective on viewing simultaneous general elections by linking national development planning as a future impact on public welfare. This research is qualitative by using a statute approach in comparing laws and regulations that change in each period of simultaneous general elections and synchronising laws and regulations with national development planning. The conceptual approach is the basis for the author to conceptualise the synchronisation of simultaneous general elections to national development planning in the RPJPN 2025–2045. The research results from this article show three outlines First, the impact of simultaneous general elections results in harmony in the implementation of national development planning. Second, synchronising simultaneous general elections to national development planning eliminates the disparities between regions that occur in Indonesia. Third, the synchronisation results, as discussed, will produce a gradual welfare state in 2025– Rahman Bin MawaziRizki Pradana HidayatulahThe Islamic political movement in Indonesia still leaves the battle of discourse regarding the formalization of Islamic Shari'a as an ideology and Pancasila as the ideology adopted by the current state. This discourse battle is also often a stumbling block of government programs because the modernization carried out by the government often clashes with the values set by the community. This paper would like to see the correlation between Islam as an ideology and the development program in the cabinet of Joko Widodo and Jusuf Kalla. In its program, infrastructure development is so dominant in the hope of being able to support the national economic movement. In an Islamic perspective, the concept of modernization chosen by the government is part of the program of maslahat al-ummah or the interests of the people and is already a government obligation to fulfill. However, the practice that occurs in Indonesia is as it is known in the deconfentialization theory, that is, the general values of religious teachings are the main values in the state but the state is not based on religion. In this case, the modernization practices applied by the cabinet of Joko Widodo and Jusuf Kalla were more likely to be secularized. This pattern is still similar to that applied by the previous government. In an effort to accommodate the ideological interests of Islamic groups, the Jokowi-JK government still cannot make an appropriate compromise. The efforts made by the government are merely proposing jargon, namely the Mental I RahmatM. I. Rahmat, Ideologi Politik PKS;Nawa Cita Jokowi-JK dalam Paradigma Pembangunan EkonomiS S SyamsiS. S. Syamsi, "Nawa Cita Jokowi-JK dalam Paradigma Pembangunan Ekonomi," Surya Octag. Interdiscip. J. Sci. Technol., vol. 1, no. 1, pp. 73-102, abad negara Pancasila tinjauan kritis ke arah pembaruan. Centre for Strategic and International StudiesJ S DjiwandonoJ. S. Djiwandono, Setengah abad negara Pancasila tinjauan kritis ke arah pembaruan. Centre for Strategic and International Studies, Model Pembelajaran Pancasila Pada Perguruan Tinggi Di Daerah Istimewa YogyakartaS B IlkodarL BudimanH HastangkaS. B. Ilkodar, L. Budiman, and H. Hastangka, "Pemetaan Model Pembelajaran Pancasila Pada Perguruan Tinggi Di Daerah Istimewa Yogyakarta," CIVIS, vol. 9, no. 1, Pengelolaan Dana Desa Sebagai Realisasi Salah Satu Tujuan Program Nawacita "Membangun Indonesia Dari Pinggiran" Di Kecamatan Bener Kabupaten Purworejo TahunR NurpuspitaS N SarfiahE D RatnasariR. Nurpuspita, S. N. Sarfiah, and E. D. Ratnasari, "Analisis Pengelolaan Dana Desa Sebagai Realisasi Salah Satu Tujuan Program Nawacita "Membangun Indonesia Dari Pinggiran" Di Kecamatan Bener Kabupaten Purworejo Tahun 2016," Din. Dir. J. Econ., vol. 1, no. 2, pp. 136-150, Agenda Prioritas NawacitaD WuryandaniD. dkk Wuryandani, "Mewujudkan Agenda Prioritas Nawacita," P3DI Setjen DPR RI dan Azza Graf., Kembalikan Dasar Pembangunan Ekonomi yang Awalnya Berorientasi Darat menjadi LautD. R, "Gusdur Kembalikan Dasar Pembangunan Ekonomi yang Awalnya Berorientasi Darat menjadi Laut," 2019.